Rabu, 03 Februari 2016

Sepucuk surat untuk masa laluku


3 Februari 2016
Teruntuk seseorang dari masa lalu. Apa kabar? Aku sangat berharap dapat menanyakan kabar tentangmu. Tentang apa yang kamu lakukan selama kita tak berjumpa. Tanpa sadar aku belajar banyak dari pertemuan. Ketika bagaimana kamu mengajariku tentang “menerima”. Kini aku tahu ilmu darimu sangat berguna untuk menerima keadaan yang kamu hadiahkan pada kenyataanku. Kenyataan yang membawa aku dan kamu terpisah pada jarak dan waktu. Tenang, aku wanita hebat yang tak akan menangis pada kenyataan.
Tapi… tahukah kamu? Sekuat apapun aku melupakanmu, bayanganmu selalu hadir. Memutar kenangan kita yang pernah terajut. Kini aku tahu arti sebuah kenangan itu apa, bahkan ketika pemeran utama kenangan itu sudah tiada memori masa lalu tidak akan pernah ter-reset ulang. Andai kenangan itu hanya tersimpan pada sebuah kaset atau flashdisk akan aku format semuanya. Bukan… bukan aku yang menginginkannya, tapi keadaan yang mendesakku. Lagi… aku tak ingin disalahkan.
Mungkinkah aku bisa berharap sedikit untuk dapat dipertemukan di masa depan? Tidak… aku tidak berharap lebih. Hanya ingin tahu saja apakah kamu masih mengingatku? Sederhana bukan? Sesederhana canda kita dulu yang bisa membuat hariku bahagia. Oh… aku lupa, yang aku nanti kadang mengecewakan. Yang aku harapkan justru bertolak belakang. Aku tak ingin menerima takdir yang tidak aku inginkan.
Terima kasih sudah mengajarkan aku tegar, aku wanita kuat. Ini hanya persoalan menguasai hati. Bahkan ketika Tuhan mempertemukan kita kembali aku akan berpura-pura lupa. Sampai jumpa, semoga Tuhan mempertemukan kita dalam keadaan bahagia.