Selasa, 03 Februari 2015

TEKNOLOGI MASA KINI DAN KEBUTUHAN GIZI

Sibuk dengan urusan financial, membuat si kecil terbiasa konsumsi makanan serba instan. Bukan saja faktor keterbatasan waktu, faktor memilih – milih makanan yang enak di lidah tapi nutrisi sedikit juga menjadi pilihan si kecil. Masalah financial memang ringan bila dipikul oleh dua orang, namun bukan berarti membiasakan si kecil dengan makanan serba instan. Kita sadar bahwa makanan – makanan seperti snack, nugget, mie instan tidak baik bila dikonsumsi secara berkala. Saya belum menjadi seorang ibu, saya adalah si kecil yang kini tumbuh menjadi seorang wanita dewasa dengan tubuh yang masih bisa dibilang mirip anak sekolah. Ya, si kecil ini telah berkepala dua :p
Saya tidak bisa menyalahkan orang tua saya yang sudah memberikan makanan serba instan namun dengan pengetahuan dan pengalaman yang saya punya dapat menjadikan bekal untuk anak saya kelak.

Bagaimana mengetahui berat badan yg Ideal?

Untuk menjawab soal ini, kita perlu informasi mengenai BB (Berat Badan) dan TB (Tinggi Badan). Usia saya kini 23 tahun, dengan BB hanya 41 kg dan TB 155 cm. Berat badan saya tidak ideal. Ini saya buktikan dengan menghitung IMT (Indeks Masa Tubuh) atau dalam bahasa inggris disingkat dengan BMI (Body Mass Index). Menurut Depdiknas, 2004 rumus untuk menghitung IMT adalah:


Setelah diolah dan didapatkan hasilnya cocokan dengan kriteria berikut.

IMT < 17  : BB kurang tingkat berat
17 – 18,4 : BB  kurang tingkat ringan
18,5 – 25 : BB normal
25,1 – 27 : BB lebih tingkat ringan (gemuk)
> 27       : BB lebih tingkat berat (obese)

Hasil dari IMT tubuh saya hanya sekitar 17.06 dan hanya berada pada kategori BB kurang tingkat rendah. Jika belum paham dengan perhitungannya silahkan download aplikasi IMT untuk android atau IOS supaya lebih mudah mengerti dalam menghitung seberapa idealkah tubuh kita. 

Dengan usia sekarang, saya sadar bahwa gizi seimbang itu penting. Apalagi saat usia balita. Menurut saya, sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi status gizi seorang anak balita. Saya akan jabarkan secara ringkasnya dibawah ini. Simak sampai akhir ya
  1. Faktor penerimaan makanan
    Seorang anak pasti memiliki memory yang baik terhadap suatu hal, begitupun makanan. Anak jangan diberikan makanan yang hanya kenyang di perut tapi tidak menyehatkan. Missal, makanan dengan jumlah karbohidrat yang berlebih yaitu mie. Junkfood dan sebagainya. Dengan pemberian makanan seperti ini anak pasti akan mengingatnya dan menginginkannya suatu saat. Di sinilah pentingnya peran seorang ibu untuk memakai jurus tawar menawar dengan si kecil. Perkenalkan si kecil dengan sayuran yang kaya vitamin. Rayu dirinya dengan bercerita kalau sayur dapat membuat dirinya lebih sehat.
  2. Pengetahuan orang tua
    Sebagai orang tua, tentunya harus banyak membaca referensi makanan yang baik untuk kesehatan. Saya bukan melarang, sesekali boleh tapi tentunya harus tetap dibarengi dengan makanan yang berserat. Banyak orang tua yang memiliki financial baik tapi pengetahuannya tentang kesehatannya kurang. Orang tua harusnya menuntun si kecil untuk membiasakan dirinya makan makanan sehat. Jika si kecil belum menyukai sayur sang ibu mungkin bisa memodifikasi kesukaan anak dengan menyisipkan sayuran. Misalnya si kecil sangat menyukai telur dadar, sang ibu bisa mengolah sumber protein ini menjadi menu yang lain. Oseng-oseng telur dengan wortel yang diiris kecil misalnya.
  3. Interaksi
    Banyak orang tua yang tidak terlalu menanggapi kesukaan anak yang tidak baik. seperti yang dibahas dalam poin pertama di atas. Kadang mereka memiliki prinsip “yang penting dimakan” padahal persepsi seperti ini salah. Anak mungkin belum paham tentang pentingnya kesehatan tetapi sebagai orang tua, komunikasi secara lembut dengan si kecil bisa membujuk anak untuk makan sayur.
  4. Rewards
    Terkadang ada rasa jenuh menuntun anak untuk makan sayur. Memberikan rewards bukan hal yang buruk, tetapi bukan berarti orang tua membiasakan dirinya memberikan hadiah secara terus menerus ya. 
  5. Iklan Televisi
    Dunia televisi memang banyak memberikan dampak pada anak. Mungkin disini orang tua yang harus membatasi jam anak untuk menonton TV. Bukan melarang lho ya tapi membatasi. Apalagi sekarang banyak produk makanan ringan yang berlomba – lomba mempromosikan produknya secara kreatif.

Melek teknologi barengi pula melek gizi

Bersamaan dengan momentum Hari Gizi Nasional, Sarihusada menyelenggarakan acara Karnaval Gizi. Program ini sukses membuat masyarakat melek gizi termasuk saya. Saya sebenernya bukan orang yang detail yang secara berlebihan harus memenuhi kalori yang saya butuhkan. Mengapa? Karena alasannya “yang penting saya makan buah dan sayur” tanpa sibuk memikirkan asupan yang cukup untuk tubuh saya. Hehe :p

Seperti yang telah saya jelaskan di atas tentang kondisi fisik saya, saya jadi berpikir bahwa tujuan makan saya adalah mengisi kekosongan perut alias kenyang. Tapi seiring dengan ilmu gizi yang saya dapat di bangku perkuliahan membuat kebutuhan gizi sangat penting, apalagi untuk wanita pada kondisi tertentu. Ibu hamil dan ibu menyusui misalnya. Untuk memenuhi kebutuhan dirinya saja kurang apalagi ditambah untuk si kecil? Jelas kurang banget. Lalu bagaimana solosi makan kenyang dengan tetap memperhatikan jumlah kecukupan kalori yang diperlukan tubuh?

Tenang, gak perlu menghitung secara manual. Dengan berkembangnya teknologi saat ini, banyak berkembang aplikasi untuk menghitung kalori. Salah satunya yaitu Calories Counter. Aplikasi ini bisa dengan mudah di download oleh pengguna android. Jadi kita sebagai pengguna bisa memenuhi kebutuhan kalori per harinya. Penasaran kayak apa aplikasinya? Nih, saya kasih bocoran tentang aplikasi ini. Tapi mohon jangan dibuat bahan lelucon ya, soalnya saya kurus hehe :p

Menghitung Kebutuhan Kalori dengan Calories Counter
Cara penggunaan aplikasi ini sangat mudah, pengguna hanya perlu memasukkan umur, gender, berat badan, tinggi badan, dan aktivitas. Bisa dilihat, kalori per hari yang saya butuhkan adalah sebesar 1436. Dengan aplikasi ini, saya terbantu untuk memenuhi kebutuhan gizi saya. Inilah alasannya para perancang software dan saintis di bidang pangan saling bekerja sama membuat software ini. 

Ayo melek gizi jangan hanya teknologi

Acara karnaval gizi yang digelar di bilangan monas ini sangat mengedukasi. Sosialisasi gizi seperti ini penting di gelar bukan hanya dari komunitas bidang kesehatan saja tapi semua kalangan yang peduli dengan kesehatan gizi. Melihat saat ini perkembangan bidang teknologi jauh lebih maju dan banyak informasi tentang teknologi yang terupdate daripada info seputar kesehatan. Orang lebih memilih membeli pulsa ketimbang buah. Orang lebih memilih mengkonsumsi bubur yang instan dari pada nasi putih. Kebiasaan buruk ini yang lama-lama akan tertanam rutin dilakukan. Padahal kesehatan jauh lebih mahal bukan? Kebutuhan gizi saja harus seimbang, maka harus pula teknologi itu diimbangi atau dimanfaatkan untuk aplikasi-aplikasi bidang lain. Aplikasi kebutuhan gizi misalnya seperti yang saya jabarkan di atas. Tentunya kita tidak ingin terkena obesitas atau gizi buruk bukan? Maka dari melek teknologi harus dibarengi pula dengan melek gizi.

Kampanye kesehatan lewat Karnaval Gizi

Sarihusada sukses menggaet masyarakat dengan kampanye ayo melek gizi. Terlihat antusiasme warga Jakarta yang hadir dan ikut menyemarakkan acara ini. Bukan hanya ada konsultasi gratis, tapi kegiatan demo mengolah makanan yang benar juga di gelar pada acara ini mengundang sorot antusiasme masyarakat.

antusiasme masyarakat di Karnaval Gizi
demo masak oleh Chef Muto
Semarak mengenai kesehatan gizi ini sebaiknya jangan hanya digelar saat ada momentum yang pas saja, tetapi kita yang peduli dengan kesehatan gizi bisa menyemarakkan kepedulian kita lewat teknologi.

Menurut data Riskesdas, 17.9% masyarakat di Indonesia berstatus penderita gizi kurang dan gizi buruk (menurun dari 31.0% pada tahun 1990) namun di saat yang sama, 14.0% balita di Indonesia berstatus obesitas / gizi lebih  (meningkat dari tahun 2007 yang sebesar 12.2%). Bukan hanya balita, 26.9% dari perempuan dewasa dan 16.3% laki-laki dewasa berstatus gizi lebih / obesitas enyataan ini menunjukan bahwa tantangan yang dihadapi oleh negara Indonesia saat ini tidak lebih mudah dibandingkan di masa lampau. Saat ini, Indonesia berada dalam keadaan yang sangat berlawanan yaitu gizi buruk yang meski angka statistiknya menurun namun tetap menjadi suatu kondisi yang mengkhawatirkan dan obesitas yang secara statistik mulai menunjukan peningkatan setiap tahunnya.
Kondisi ini tentunya memprihatinkan sekali melihat kondisi Sumber Daya Alam di Indonesia melimpah yang berarti Indonesia memiliki kekayaan alam yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Berbekal pengetahuan yang ada mari sama-sama memperbaiki keadaan gizi di mulai dari dalam diri. 

Tentunya kita berharap masalah-masalah tentang kesehatan gizi itu mampu terhindari. Makanya sebagai wanita harus cerdas mengatur menu-menu makanan yang mampu memenuhi kebutuhan gizi tetapi tetap bervariasi supaya tidak membosankan.

Demikian tulisan ini saya buat dengan opini pribadi dan diikutsertakan untuk Lomba Blog Karnaval Ayo Melek Gizi bersama Sarihusada

untuk informasi penulisan Lomba #KarnavalGizi silahkan kunjungi 

Referensi:
http://www.tanyadok.com/anak/laporan-gizi-di-awal-tahun-2014-kurus-vs-obesitas
http://nutrisiuntukbangsa.org/karnaval-ayo-melek-gizi-sarihusada/


Jumat, 30 Januari 2015

hujan dan kenyataan

hujan masih saja bertanya
apakah kau merindunya?
tak mengapa
hanya saja semudah itu untuk jatuh cinta

jatuh cinta sungguh mudah
semudah hujan yang turun tanpa rencana
semudah mata memandang tanpa jeda
semudah berharap tanpa kepastian

lalu... dimana bait doa kau sebut
ketika hujan saja ia tak kau ingat?